Sejarah Peradaban Islam zaman Nabi Muhammad SAW



Sejarah Peradaban Islam zaman Nabi Muhammad SAW

 

A. Pengertian Sejarah 

Pengertian sejarah secara  etimologi  berasal  dari kata Arab syajarah artinya 

“pohon”. Dalam bahasa Inggeris peristilahan sejarah disebut history yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu, pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis. 

Pengertian sejarah juga berarti ilmu pengetahuan yang berikhtiar untuk melukiskan atau menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadinya perubahan karena adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya. 

Pengertian sejarah lainnya adalah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau keseluruhan pengalaman manusia. Dari beberapa pengertian sejarah di atas dapat diketahui bahwa sejarah itu adalah ilmu pengetahuan yang berusaha melukiskan tentang peristiwa masa lampau umat manusia yang disusun secara kronologis untuk menjadi pelajaran bagi manusia yang hidup sekarang maupun yang akan datang. Itulah sebabnya, dikatakan orang bahwa sejarah adalah guru yang paling bijaksana. 

B. Pengertian Kebudayaan 

Kata “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al- Tsaqafah. Tetapi di Indonesia masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “Kebudayaan” (Arab, al-Tsaqafah, Inggris, Culture) dan “Peradaban” (Arab, al-Hadharah, Inggris, Civilization). Dalam ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. 

Menurut  Koentjaraningrat,  kebudayaan   paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. 

 

C. Pengertian Peradaban 

Kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah. Juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan. Padahal istilah peradaban  dipakai untuk bagian-bagian dan  unsur-unsur  dari  kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. 

Jadi kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya, sebab peradaban dipakai untuk menyebut kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dalam pengertian kebudayaan direfleksikan kepada masyarakat yang terkebelakang, bodoh, sedangkan peradaban terefleksikan kepada masyarakat yang sudah maju. 

D. Makna Islam 

Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa Arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak mengembangkan dunia membina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. 

Islam memang berbeda dengan agama lain. Islam bukan kebudayaan, akan tetapi menimbulkan kebudayaan. Kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.7 Landasan “peradaban Islam” adalah 

“kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam”adalah agama Islam. Jadi agama Islam melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan. 

Penulis Barat banyak yang mengidentikkan “kebudayaan” dan “peradaban” Islam dengan “kebudayaan” dan “peradaban” Arab. Untuk masa periode klasik, pendapat itu mungkin dapat dibenarkan. Karena, pada masa itu pusat pemerintahan hanya satu dan untuk beberapa abad sangat kuat. Peranan bangsa Arab di dalamnya sangat dominan. Semua wilayah kekuasaan Islam mengunakan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi. Akan tetapi pada masa periode pertengahan dan periode modern sudah terdapat “kebudayaan-kebudayaan” dan “peradaban-peradaban” Islam non-Arab, seperti peradaban Persia, Turki, Urdu di India. Peran Arab pada masa ini sudah jauh menurun. Bahkan tiga kerajaan besar Islam pada periode pertengahan tidak satupun yang dikuasai oleh bangsa Arab. Namun meskipun sejak periode pertengahan sudah terdapat “kebudayaan-kebudayaan” dan “peradabanperadaban” Islam non-Arab, semuanya masih dipersatukan oleh Islam yang menjadi landasannya. Oleh karena itu, dinamai “kebudayaan” dan “peradaban” 

Islam, bukan “kebudayaan” Arab dan “peradaban” Arab. 

 

E. Periode Sejarah Peradaban Islam 

Menurut Nourouzzaman Shiddiqy Sejarah peradaaban Islam dibagi menjadi tiga periode; pertama, periode klasik (+650–1258 M); kedua, periode pertengahan (jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M) dan periode modern (mulai abad ke-18 sampai sekarang). Sama dengan Nourouzzamam adalah Harun Nasution Sejarah peradaban Islam dibagi menjadi tiga periode: pertama, periode klasik (650–1250 an); kedua, periode pertengahan (1250 – 1800 an) dan periode modern (1800 sampai sekarang). 

 

F.1. Periode Klasik 

Periode Klasik merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan (650 – 1000 M). Di masa inilah daerah Islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di belahan Barat dan melalui Persia sampai ke India di belahan Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum dan kebudayaan serta peradaban Islam. Di masa inilah  yang  menghasilkan  ulama-ulama besar, seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh. Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn 

‘Ata’ , Abu Huzail, Al-Nazzam dan Al-Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun alMisri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj dalam bidang Tasawuf. Al- Kindi,  al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, alKhawarizmi, al-Mas’udi dan al- Razi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, dan lainlainnya. 

Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun 1258 M. 

Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang. 

F.2. Periode Pertengahan 

Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara berpusat di Mesir. Bagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia tengah berpusat di Iran. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan Arab. Pada fase ini, di kalangan umat Islam semakin meluas pendapat bahwa pintu ijtihat tertutup. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu. 

Kedua, fase tiga kerajaan besar pada masa kejayaan (1500 – 1700 M)  dan masa kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kejayaan Islam pada tiga kerajaan besar ini terlihat dalam bentuk arsitek sampai sekarang dapat dilihat di Istambul, Iran dan Delhi. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa. Umat Islam semakin mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa bertambah kaya dan maju. Penjajahan Barat dengan kekuatan yang dimilikinya meningkat ke dunia Islam. Akhirnya Napoleon menduduki Mesir di tahun 1748 M. Saat itu Mesir adalah salah satu pusat peradaban Islam yang terpenting. 

F.3. Periode Modern 

Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam. Raja-raja dan para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. 

Dengan demikian, keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Kalau di periode klasik, orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban umat Islam, tetapi di periode modern umat Islam yang heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat. Karena umat Islam heran melihat alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan dua set alat percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani yang dibawa serta oleh Napoleon.13 Jadi, di periode modern ini, timbullah pemikiran-pemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan dalam Islam. 

Dari uraian di atas dapat dilihat perjalanan sejarah naik turunnya peradaban Islam mulai dibentuk pada masa Nabi, mengalami pertumbuhan di masa Daulah Umaiyah Suria, dan masa puncak di masa Dinasti Abbasiyah Baghdad dan Dinasti Umayah Spanyol, serta memasuki masa kemundurannya pada periode pertengahan, hal itu menimbulkan kesadaran bagi umat Islam untuk kembali bangkit di periode modern. 

SEJARAH BANGSA ARAB SEBELUM ISLAM 

 

A. Geografi Simenanjung Arabia 

Bangsa Arab bertempat tinggal dan mendiami simenanjung terbesar di dunia, yaitu Simenanjung Arabia. Terletak di Asia Barat Daya, luasnya 1.027.000 mil persegi, sebagian besar ditutupi padang pasir dan merupakan salah satu tempat terpanas di dunia. Tidak terdapat sungai yang dapat dilayari atau airnya yang terus menerus mengalir ke laut, yang ada hanya lembah-lembah yang digenangi air di waktu musim hujan. 

Simenanjung Arabia terdiri atas dua bagian. Pertama, daerah pedalaman, merupakan daerah padang pasir yang kering karena kurang dituruni hujan  dan  sedikit penduduk karena daerahnya tandus. Kedua, daerah pantai di pinggir laut, di bagian tengah dan selatan, hujan turun teratur sehingga subur ditanami, yaitu daerah Hijaz, Yaman, Hadramaut, Oman dan Bahrain. Di antara daerah itu  Yaman   yang   paling  subur,  sehingga  disebut  negeri berkah. 

Berdasarkan letak geografis bangsa Arab ini, mereka yang tinggal di daerah pedalaman disebut penduduk pengembara (ahl al-badwi). Mereka ini mengembara dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa segala miliknya, berhenti bila menemukan air dan padang rumput untuk ditinggalkan lagi bila sumber kehidupan mereka habis. Pekerjaan utama mereka, memelihara ternak unta, domba dan kuda serta berburu dan tidak tertarik pada perdagangan, pertanian dan kerajinan. 

Adapun mereka yang tinggal di daerah pantai disebut penduduk penetap (alh alhadhar). Mereka sudah tahu pertanian, seperti cara mengolah tanah bercocok tanam dan kerajinan. Mereka juga berdagang, bahkan dengan orang luar negeri. Oleh sebab itu, mereka lebih berbudaya dari Arab badwi. 

B. Asal Usul Bangsa Arab 

Bangsa Arab berasal dari ras Samiyah dan terbagi kepada dua suku. Pertama, suku Arab al-Baidah , yaitu bangsa Arab yang sudah punah seperti kaum ‘Ad dan Tsamud. Kedua, suku Arab al-Baqiyah, yaitu bangsa Arab yang masih hidup sampai sekarang, terdiri dari keturunan 

Qahthan dan Adnan. Allah mengutus Nabi Hud kepada kaum ‘Ad tetapi mereka mendustakanNya maka Allah menyiksa mereka dengan meniupkan angin selama tujuh malam delapan hari secara terus menerus. Mereka mati bergelimpangan karena kedinginan kelaparan dan ditimpa berbagai penyakit sehingga mereka punah dan tidak ada yang tersisa. 

Adapun kaum Tsamud diutus Allah kepada mereka Nabi Saleh dengan membawa mu’jizat seekor unta dengan janji bahwa minuman mereka dan minuman untuk unta dibagi brgiliran hari, tetapi mereka menyembelih unta dan memakan dagingnya, maka kemurkaan Allah datang kepada mereka dengan menimpakan sakit semacam penyakit kolera selama tiga hari lamanya. Hari  pertama  muka  mereka  pucat kuning, hari kedua berubah menjadi  merah  padam dan hari ketiga jadi hitam serta malamnya mereka mati bergelimpangan. 

Negeri asli keturunan Qahthan adalah Arabia Selatan, di antara mereka ada yang muncul menjadi Raja, seperti Raja Yaman, Raja Saba’ dan Raja Himyar. Tetapi semenjak bendungan Saba’ rusak, di antara mereka ada  yang mengembara ke utara dan malahan dapat membentuk kerajaan-kerajaan, seperti Hirah dan Ghasasinah. Termasuk suku Aus dan Khazraj yang mendiami Madinah juga berasal dari suku Qahthan ini. 

Adapun keturunan Adnan, mereka disebut juga Arab Musta’ribah artinya percampuran antara darah Arab asli yang mendiami Makkah dengan darah pendatang, yaitu Nabi Isma’il AS. Salah satu anaknya adalah Adnan yang menurunkan keturunan Quraisy, kemudian keturunan Abd al-Muthalib, kakek Nabi Muhammad s.a.w. yang lebih dikenal dengan keturunan bani Hasyim. Itulah sebabnya silsilah Nabi 

Muhammad s.a.w. dapat ditelusuri sampai ke atas terus kepada Nabi Isma’il AS. 

C. Flora 

Hasil utama Jazirah Arab adalah kopi, korma,sayur- sayuran dan buah-buahan. Yang paling penting di antaranya adalah korma. Tidak dapat dibayangkan bagaimana kehidupan di padang pasir, tanpa korma. Buahnya menjadi bahan makanan pokok, bijinya ditumbuk untuk makanan unta, dan batangnya dapat dijadikan bahan kayu bakar. 

 

Di Hijaz dan sekitarnya, Yatsrib adalah penghasil korma yang banyak, sampai sekarang masih seperti itu, sebaliknya Makkah karena daerahnya bukitbukit berbatu tidak terdapat banyak korma. Daerah-daerah pantai, seperti Yaman, Hadramaut menghasilkan buah-buahan dan sayur- sayuran, juga gandum dan kopi dalam jumlah besar. Daerah peranian yang paling subur adalah Yaman dan Syam (Siria). Maka tidak mengherankan bila kedua kota itu menjadi pusat perjalanan dagang orang-orang Quraisy dari Makkah di masa Jahiliyah. Mereka pergi ke Yaman di musim dingin dan pergi ke Syam di musim panas. 

D. Fauna 

Hewan utama di Jazirah Arab adalah unta, kuda, domba, dan kambing, tetapi yang paling penting di antaranya adalah unta. Karena unta, selain berfungsi sebagai alat transportasi juga dijadikan alat tukar: mas kawin, harga tebusan, hasil perjudian bahkan kekayaan, semuanya dihitung dalam jumlah unta. 

Boleh dikatakan unta menjadi teman abadi orang Badwi, karena air susunya diminum sebagai pengganti air, sebab air dalam musim kering hanya diberikan untuk ternak. Dagingnya jadi santapan makanan, kulitnya menjadi pakaian, kotorannya dapat dijadikan bahan bakar, bahkan air kencingnya bila digosokkan ke kulit akan terhindar dari sengatan binatang. Sedangkan kuda merupakan barang lux, kareka makanan dan pemeliharaannya sulit di padang pasir. Dalam penyerangan-penyerangan gerak cepat dalam peperangan kuda sangat diperlukan. Demikian juga untuk keperluan olah raga dan berburu. Begitu pentingnya kuda bagi orang Arab Badwi, dalam musim kering kesulitan air, jika ada air yang masih tersisa akan mereka berikan kepada kuda, tidak kepada anak yang menjerit minta air.8 Begitulah gambaran pentingnya kuda bagi orang Arab. 

E. Watak Bangsa Arab 

Jazirah Arab yang gersang dan tandus memberi pengaruh terhadap bentuk fisik dan karakter mereka. Pada bentuk fisik mereka bertubuh kekar, kuat dan mempunyaidaya tahan tubuh yang tangguh, sedangkan dalam karakter memberi watak khusus, baik yang positif atau baik maupun yang negatif atau buruk. 

 

E.1Watak Positif 

Adapunwatakpositif.Pertama,adalahkedermawanan karena di kalangan masyarakat kedermawanan adalah bukti kemuliaan. Semakin dermawan seseorang maka dia akan semakin dihargai dan dikagumi. Jadi, kedermawanan itu adalah lambang kemuliaan bukan karena kedermawanan. Dengan demikian, motif kedermawanan itu bukanlah kebaikan hati, tetapi didasari oleh keinginan  untuk dihormati dan dimuliakan untuk popularitas dan terkenal. 

Kedua,  keberanian dan  kepahlawanan  menjadi syarat yang mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan hidup di padang pasir yang tandus dan gersang itu. Oleh karena itu tidak mengherankan jika nilai keberanian mendapat nilai yang paling tinggi dan unsur yang paling esensi dalam masyarakat Jahiliyah untuk mempertahankan kehormatan suku. Sebab suku yang penakut akan menjadi mangsa bagi suku yang pemberani. 

E.2Watak Negatif 

Sedangkan watak negatif. Pertama, gemar berperang, hidup di Jazirah Arab yang gersang dan tandus memerlukan tambahan sumber menunjang kehidupan. Disamping itu, binatang ternak pun memerlukan ladang- ladang gembalaan. Untuk memenuhi keperluan tersebut mesti harus menyeberang ke perkampungan orang lain. Namun karena desa lain pun mengalami problem yang sama. Maka jalan satu-satunya adalah perang. Siapa yang kuat dialah yang berhak untuk hidup. Oleh karena itu dalam pandangan orang Arab, perang adalah untuk mempertahankan hidup. 

Kedua, angkuh dan sombong, darah di kalangan masyarakat Arab mempunyai harga yang sangat tinggi. Setiap darah yang tertumpah dari salah satu anggota sukunya menjadi kewajiban bagi seluruh anggota suku untuk menuntut balas dengan tanpa memperhitungkan apa yang menjadi penyebabnya. Hal ini akibat dari sifat angkuh dan sombong, karena merasa paling hebat. 

Ketiga, pemabuk dan penjudi, di kalangan masyarakat Arab yang kaya, minuman keras dianggap sebagai barang mewah. Bahkan melalui minuman keras mereka mampu memamerkan kekayaannya. Sedangkan bagi kalangan ekonomi lemah mabuk-mabukan merupakan tempat pelarian untuk melupakan himpitan hidup yang berat. 

F. Agama Dan Kepercayaan 

Mayoritas penduduk Jazirah Arab di masa Jahiliyah menyembah berhala, sedangkan minoritas di antara mereka ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia Selatan dan sedikit yang beragama Hanif di Makkah. 

Agama berhala dibawa pertama kali dari Syam ke Makkah oleh ‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama baru oleh Bani Khuza’ah, satu keturunan dengan ‘Amru, di saat itu pemegang kendali Ka’bah. Kemudian agama berhala ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas penduduk kota Makkah. 

Setiap kabilah mempunyai  berhala  sendiri.  Jenis dan bentuk berhala bermacammacam, tergantung pada persepsi mereka tentang tuhannya. Berhala-berhala tersebut 

dipusatkan mereka di Ka’bah. Orang Quraisy sebagai penguasa terakhir untuk Ka’bah memiliki beberapa berhala, yang terbesar di antaranya adalah Hubal. Tercatat, bahwa Hubal adalah patung yang paling diagungkan. Terbuat dari batu aqiq berwarna merah dan berbentuk manusia. 

Tiga berhala terkenal yang lainnya adalah al-Lãta terletak di Thaif, al-‘Uzza bertempat Nakhlah sebelah timur Makkah, kedudukannya terbesar kedua di bawah 

Hubal, dan al-Manãta bertempat di Yatsrib, lebih popular di kalangan suku Aus dan Khazraj. Ketiga berhala ini disebut namanya dalam al-Qur’an surah al-Najm : (19-23). Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Dengan demikian, Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim dan anaknya Isma’il menjadi berubah fungsi, sebagai tempat beribadah bagi agama hanif, kini orang Arab dari berbagai penjuru setiap tahun datang berkunjung ke Makkah, seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim, tetapi untuk menyembah berhala yang mereka tempatkan di situ. 


SEJARAH HIDUP NABI MUHAMMAD S.A.W. 

 

I. Periode Makkah 

A. Sebelum Diangkat Menjadi Rasul 

Nabi Muhammad s.a.w lahir pada hari Senin tanggal 20 April 571 M tahun Gajah di suatu tempat yang tidak jauh dari Ka’bah, ia berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dari Bani Hasyim, sementara masih ada bangsawan Quraisy yang lain, yaitu Bani Umaiyah. Tapi Bani Hasyim lebih mulia dari Bani Umaiyah. Ayahnya Abdullah bin Abdul Muththalib dan ibunya Aminah binti Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya bertemu pada Kilab bin Murrah. Apabila ditarik ke atas, silsilah keturunan beliau baik dari ayah maupun ibunya sampai kepada Nabi Isma’il AS dan Nabi Ibrahim AS. 

Tujuh hari dari kelahirannya, kakeknya Abdul Muththalib mengundang semua orang Quraisy dalam suatu selamatan jamuan makan, ketika itu Abdul Muththalib memberi nama Muhammad kepada cucunya itu. Nama tersebut terasa aneh bagi mereka yang hadir dan mempertanyakannya kepada Abdul Muththalib dan mereka berkata; “Sungguh di luar kebiasaan, kenapa diberi nama Muhammad”, dijawab oleh kakeknya; “Agar menjadi orang terpuji di langit dan terpuji di bumi”. 

Sudah menjadi kebiasaan orang Arab, anak-anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita kampung dengan maksud agar mendapatkan udara desa yang  masih  bersih dan pergaulan masyarakat yang baik bagi pertumbuhan anak-anak. Ketika Muhammad lahir wanita-wanita dari desa Sa’ad lebih, kurang 60 km dari Makkah, datang ke Makkah menghubungi keluarga-keluarga yang akan menyusukan anak mereka dengan mengharapkan upah. 

Karena kondisi ekonomi Aminah yang lemah tidak ada di antara wanita-wanita tersebut yang mau mengasuh Muhammad kecuali Halimah setelah minta izin sama suaminya Haris, mau mengasuhnya sambil berharap mudah-mudahan Tuhan memberkati kehidupan mereka. Aminah dan Abdul Muththalib pun melepaskannya dengan penuh senang hati. 

Deceritakan lebih lanjut bahwa kehadiran Muhammad dalam keluarga miskin tersebut sungguh membawa berkah. Rumput yang digunakan mengembala kambing tumbuh subur, kambing yang mereka pelihara menjadi gemuk-gemuk, air susunya menjadi banyak sehingga kehidupan mereka yang suram dan susah berubah menjadi penuh bahagia dan kedamaian, mereka percaya anak yatim itulah yang membawa berkah dalam kehidupan mereka, sengsara membawa nikmat. 

Ketika ia masih tiga bulan dalam kandunganAyahnya meninggal dunia pada saat pergi berniaga ke Yatsrib, sementara ibunya Aminah wafat di Abwa sewaktu pulang dari menziarahi makam Abdullah, ketika itu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, kemudian kakeknya itu pun meninggal dunia pula dalam usianya 8 tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Dari kisah Nabi tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab hak asuh anak apabila ayahnya meninggal berturut-turut dari ibu ke kakek, kemudian ke paman. 

Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul. Pertama, mengembala kambing ketika ia bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa. Kedua, berdagang ketika ia tinggal bersama pamannya, ia mengikuti pemannya berdagang ke negeri Syam, sampai ia dewasa dan dapat berdiri sendiri. 

Dalam perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syria (Syam) dia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang- orang Yahudi yang mengetahi tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.3 Sebagai seorang pemuda ia tidak mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu minum Khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah berhala. Secara populeria dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani dan jujur, sehinggaia dijuluki al-Amin. 

Sebagai seorang pedagang, selainia berdagang dengan pamannya,ia  juga  melakukan  kerjasama  dagang dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberinya modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh untung besar. Khadijah tertarik pada kejujuran dan akhlaknya yang baik, dan ingin menjadi suaminya, setelah sebelumnyaia berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy. 

Dari dua pekerjaan yang dilakukan Nabi menjelang usiannya 25 tahun memberi modal kepadanya untuk dapat hidup lebih mandiri kelak. Mengembala kambing adalah pekerjaan yang memerlukan kesabaran kuat, sementara berdagang melatih kejujuran di saat sulitnya mencari orang yang jujur waktu itu. Dalam usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan keponakannya itu kepada Khadijah binti Khuwailid. 

Tawaran Abu Thalib diterima Khadijah. Pernikahan Nabi dengan Khadijah binti Khuwailid berlangsung ketika Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun dengan mahar 20 ekor unta. 

Dalam kehidupan rumah tangga, suami istri itu hidup bahagia dan saling mencintai. Muhammad tidak pernah menyakiti hati istrinya dan sebaliknya istrinyaikhlas menyerahkan segala-galanya untuk suaminya. Harta kekayaan istrinya itu memberi kesempatan kepada Nabi Muhammad membantu orang-orang miskin dan tertindas serta memerdekakan budak-budak. Bahkan budak-budak yang dimiliki Khadijah sebelum mereka menikah, semuanya dimerdekakan, di antaranya Zaid ibn Tsabit yang kemudian menjadi anak angkat Nabi. 

Dari pernikahan Nabi dengan Khadijah telah melahirkan, dua orang anak lakilaki, masing-masing Qasim dan Abdullah keduanya meninggal selagi masih kecil, karena sedihnya  tidak  mempunyai  anak  laki-  laki beliau mengangkat Zaid ibn Haritsah sebagai anak angkat, pada awalnya beliau sempat memanggilnya Zaid ibn Muhammad, tetapi kemudian ditegor agar kembali kepada nama semula, itu artinya anak angkat tidak dapat disamakan dengan anak kandung. 

Selain itu, ada empat orang anak perempuan, masing-masing  Zainab,  Rukayah,   Ummu   Kalsum, dan Fatimah.  Semua  mereka  mencapai  usia  dewasa. Di antara anak perempuannya, hanya Fatimah yang melahirkan dua anak laki-laki, yaitu Hasan dan Husein dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Nabi Muhammad tidak pernah menikah sampai Khadijah meninggal, saat Nabi Muhammad berusia 50 tahun. Setelah   Khadijah   binti   Khuwailid   meninggal Nabi  Muhammad  saw.  menikah  lagi  dengan  sepuluh orang wanita. Kesebelas istri Nabi itu disebut Ummul Mukminin (ibu orang-orang yang beriman), masing- masing sebagai berikut; 1) Khadijah binti Khuwailid, 2) Saudah binti Sam’ah, 3) Aisyah binti Abu Bakar 4) Zainab binti Huzaimah, 5) Juwairiyah binti Haris, 6) Sofiyah binti Hay, 7) Hindun binti Abi Umaiyah, 8) Ramlah binti Abi Sofyan, 9) Hafsah binti Umar ibn Khaththab, 10) Zainab bnti Jahsy dan 11 Maimunah binti Haris. 

Ditambah seorang hamba sahaya hadiah dari raja Mesir, bernama Mariyah alQibthiyah. Dari Mariyah ini, Nabi memperoleh seorang anak laki-laki lagi di Madinah yang diberi nama Ibrahim, tetapi anak beliau inipun meninggal dunia dalam usia lebih kurang dua tahun, sama seperti dua anak Nabi sebelumnya, beliau sempat menangis karena kehilangan putranya yang dicintainya itu. Dalam usia 35 Tahun, Muhammad telah memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. Ketika itu, kaum 

Quraisy memperbaiki dinding Ka’bah dan kemudian mereka bertengkar. Masingmasing kabilah merasa lebih berhak meletakkan kembali Hajar al-Aswad pada tempatnya. Akhirnya mereka meminta Muhammad untuk menyelesaikan persoalan itu. 

Muhammad meletakkan batu itu di atas sehelai kain dan meminta para wakil kabilah memegang ujungnya dan kemudian mengangkatnya bersama-sama. Batu itu kemudian diambilnya dan diletakkannya pada tempatnya. Mereka menerima putusannya itu. Nama Muhammad semakin popular di kalanagan penduduk Makkah, setelah berhasil mendamaikan para pemuka Quraisy tersebut. 

Dari peristiwa di atas dapat diketahui bahwa Muhammad sebagai seorang alAmin telah mendapat kepercayaan penuh dari pemimpin Quraisy untuk menyelesaikan persoalan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Modal kepercayaan inilah yang kelak menjadi kunci sukses Muhammad di dalam mengemban misi kerasulannya. 

B. Diangkat Menjadi Rasul 

Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun Muhammad  mengasingkan  diri  ke Gua  Hira’ untuk merenungi alam dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap keinginannya tersebut. Disediakannya makanan untuk dibawa suaminya Muhammad sebagai bekal ke Gua Hira’ itu. 

Demikianlah dilakukan Muhammad setiap tahun. Ketika usianya 40 tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat Jibril mendatanginya menyampaikan wahyu Allah yang pertama surat al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara simbolis Muhammad telah dilantik sebagai Nabi akhir zaman. 

 

Nabi Muhammad s.a.w. menceritakan peristiwa yang dialaminya itu kepada istrinya Khadijah. Rasulullah dibawa Khadijah menghadap seorang pendeta Nasrani yang berpengetahuan luas, bernama Waraqah bin Naufal. Setelah Nabi menceritakan pengalamannya itu, Waraqah berkata : “Inilah malaikat yang diturunkan Allah Swt. pada 

Nabi-nabi sebelummu…” 

Setelah wahyu pertama itu datang, terputuslah wahyu selama lebih kurang dua tahun, kemudian Jibril datang lagi untuk membawa wahyu yang kedua, Surah alMudatsir (ayat 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi sudah mulai wajib menyampaikan dakwah. 

C. Tahap-Tahap Dakwah 

Rasulullah berdakwah melalui beberapa tahap. Pertama, secara diam-diam di lingkungan keluarga dan sahabat dekatnya. Diterima oleh istrinya Khadijah, anak pamannya Ali, anak angkatnya Zaid bin Hãritsah, serta sahabat dekatnya Abu Bakar. Melalui Abu Bakar, masuk Islam pula Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan beberapa budak dan fakir miskin. Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun. 

Kedua, dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib. Hal ini dilakukan setelah turunnya wahyu ketiga, sûrah Al-Syu’ara’ (ayat 214). Nabi mengumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman. Akan tetapi Abu Lahab beserta istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Sûrah al-Lahab (ayat 1-5). 

Ketiga,   dakwah   kepada   semua   orang  setelah wahyu  Allah  sûrah  al-Hijir  (ayat  94).  Pada  tahap   ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tidak terbatas hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk orang-orang yang mengunjungi kota itu. Dengan usahanya yang gigih tanpa mengenal lelah, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi makin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang miskin. Meskipun kebanyakan mereka orang-orang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja. Itu sebabnya, dakwah Nabi pada mulanya diterima oleh kaum lemah dari rakyat jelata. 

Setelah dakwah Nabi dilakukan secara terang- terangan itu, semakin hari semakin bertambah jumlah pengikut Nabi dan pemimpin Quraisy mulai pula berusaha menghalangi dakwah Rasul tersebut, bahkan semakin keras tantangan yang dilancarkan mereka. Menurut Ahmad Syalabi ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menantang dakwah Islam yang disampaikan Nabi itu. 

Pertama, Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. 

Kedua, Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad s.a.w. berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. 

Ketiga, Takut kehilangan mata pencaharian karena pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki mereka. 

Keempat, Nabi Muhammad s.a.w. menyerukan persamaan hak antara hamba sahaya dan bangsawan. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy. 

Kelima, Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. 

D. Tantangan Kaum Quraisy 

Dengan demikian, kaum Quraisy menentang dakwah Nabi dengan bertahap. Pertama, membujuk, karena kekuatan Nabi terletak pada perlindungan Abu Thalib yang amat disegani itu. mereka meminta Abu Thalib memilih satu di antara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk dibunuh. Abu Thalib mengharapkan Muhammad agar menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini. Walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponakannya itu, kemudian ia berkata “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”. 

Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid bin Mughirah dengan membawa Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad s.a.w. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan 

Muhammad kepada kami untuk kami bunuh”. Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib. 

Kecewa dengan jawaban Abu Thalib itu, mereka langsung kepada Nabi Muhammad s.a.w. membujuknya dengan menawarkan tahta, wanita dan harta asal Nabi bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Nabi dengan mengatakan “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini sehingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”. Kedua, mengintimidasi. Karena gagal dengan cara membujuk, para pemimpin Quraisy melakukan tindakan- tindakan kekerasan lebih intensif dari sebelumnya. Budak-budak yang masuk Islam disiksa tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy menyuruh setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali. 

 

Untuk menghindarkan kaum muslim dari tindakan kekerasan ini, Nabi memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Rombongan pertama, pada tahun kelima dari kerasulannya, di bawah pimpinan Usman bin Affan diikuti 15 orang (10 pria dan 5 wanita) berangkat ke Habasyah, termasuk isteri Usman, Rukayah bintiMuhammad. Rombongan kedua, di bawah pimpinan JA’far bin Abi Thalib diikuti 81 orang (80 pria dan 1 wanita, yaitu Ummu Habibah, puteri Abu Sofyan). Mereka diterima raja Ethiopia, Negus. Mengetahui hal itu Pimpinan Quraisy mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bni Abi Rabi’ untuk membujuk raja Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, tetapi Raja menolak permintaan mereka . Di tengah kekejaman pemimpin Quraisy terhadap umat Islam meningkat, dua orang kuat kaum Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar bin Khaththab yang membuat posisi umat Islam semakin kuat. 

Ketiga, memboikot seluruh keluarga Bani Hasyim. Untuk melumpuhkan kekuatan kaum muslimin, pemimpin Quraisy melakukan pemboikotan terhadap seluruh keluarga Bani Hasyim. Karena menurut mereka kekuatan Nabi terletak pada keluarganya yang melindunginya, baik yang belum maupun yang sudah masuk Islam. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. 

Tidak seorang pun penduduk Makkah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Akibatnya banyak di antara keluarga Bani Hasyim yang menderita kelaparan. Hanya karena kasihan beberapa pemimpin Quraisy, pemboikotan ini dihentikan. Tindakan pemboikotan ini dimulai pada tahun ke-7 dari kanabian hingga tahun ke-10 menjelang Abu Thalib dan Khadijah meninggal, hal itu berlangsung selama 3 tahun. 

E.  Abu Thalib dan Khadijah Wafat 

Tidak lama setelah pembaikotan itu dihentikan, pada tahun ke-10 dari kenabian, Nabi Muhammad s.a.w. berganti menghadapi tiga peristiwa yang menyedihkan pula sehingga tahun itu disebut dengan tahun duka cita. Bararti selesai dari tahun pembaikotan memasuki tahun kesedihan dan kepedihan atau yang lebih dikenal dengan tahun duka cita. 

Adapun tiga peristiwa tersebut; Pertama, pamannya, Abu Thalib, pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. 

Kedua, tiga hari setelah itu, meninggal dunia pula istrinya, Khadijah, dalam usia 65 tahun. Sepeninggal dua pendukung utamanya itu, kafir Quraisy tidak segan- segan lagi melampiaskan nafsu amarah mereka terhadap Nabi. Melihat reaksi penduduk Makkah yang semakin brutal itu, terutama pamannya Abu Lahab dan istrinya. Nabi kemudian berusaha menyebar luaskan Islam keluar kota Makkah, yaitu ke negeri Thaif. 

Ketiga, ketika Nabi berdakwah di Thaif, beliau diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka di bagian kepala dan badannya. 

Dari tiga peristiwa yang menyedihkan Nabi tersebut di atas menjadi penyebab tahun itu disebut dengan tahun dukacita dalam sejarah Islam. Perlu dicatat, tidak ada satu Rasul-pun sebelum Nabi Muhammad yang sampai dikenal dengan tahun duka cita kecuali hanya Nabi Muhammad s.a.w. saja. 

 

F. Tahun Duka Cita dan Isra’ Mi’raj 

Dalam situasi berduka cita di tahun duka cita yang dialami Nabi secara beruntun tahun ke-10 dari kenabian tersebut di atas Allah mengisra’ mi’rajkan Nabi Muhammad s.a.w., pada tahun ke-10 itu juga, antara lain, tujuannya adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita tersebut.Berita Isra’ Mi’raj itu menggemparkan masyarakat Makkah. Nabi yang kesulitan mengumpulkan orang Makkah untuk menyampaikan berita isra’ mi’raj ini dapat dibantu Abu Jahal dengan harapan kaumnya mendustakan Nabi, sedang bagi orang beriman, peristiwa ini merupakan ujian keimanan. Melalui isra’  mi’raj itu, kewajiban sholat lima kali sehari semalam mulai dilaksanakan. Kaitan antara tahun duka cita dengan isra’ mi’raj Nabi adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita ketika itu dengan memperlihatkan beberapa Rasul yang juga mendapat tantangan dari kaumnya sekaligus memohon pertolongan Allah Swt. menghadapi tantangan orangorang kafir itu.  

Ternyata setelah peristiwa Isra’ mi’raj, muncul perkembangan besar bagi dakwah Islam. Karena sejumlah penduduk Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang berhaji ke Makkah, mereka menemui Nabi dan masuk Islam dalam tiga gelombang.

II. Periode Madinah 

G. Hijrah ke Yatsrib 

Segera setelah mendapat perintah hijrah dari Allah Swt. Rasulullah menemui sahabatnya Abu Bakar agar mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan. Nabi juga menemui Ali dan meminta kepadanya agar tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa itu, Nabi ditemani Abu Bakar dalam perjalanan menuju Yatsrib. 

Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah untuk menghindar dari pengejaran orang kafir Quraisy. Mereka bersembunyi di situ selama tiga malam dan putera puteri 

Abu Bakar, Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta  sahayanya Amir  bin  Fuhairah  mengirim makanan setiap malam kepada mereka dan menyampaikan kabar pergunjingan orang Makkah tentang Rasulullah. 

Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya dan melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah melawati jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang ketika itu. Setelah tujuh hari dalam perjalanan Nabi Muhammad s.a.w, dan Abu Bakar sampai di Quba. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Ia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. 

Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid yang pertama kali dibangunnya yang dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali menggabungkan diri dengan Nabi setelah menyelesaikan segala urusannya di Makkah, sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan mereka, akhirnya yang mereka tunggu itu datang mereka sambut dengan penuh sukacita. 

Pada  hari  Jum’at  12  Rabiulawwal  13 Kenabian 24 September 622 M, Nabi meninggalkan Quba, di tengah perjalanan di perkampungan Bani Salim, Nabi melaksanakan shalat Jum’at pertama di dalam sejarah Islam. Sesudah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi melanjutkan  perjalanan  menuju  Yatsrib   dan  disambut oleh Bani Najjar. 

Sementara itu, penduduk Yatsrib telah lama menunggu-nunggu kedatangan Nabi. Begitu Rasulullah tiba di kota Yatsrib ini beliau melepaskan tali kekang untanya dan membiarkannya berjalan sekehendaknya. Unta itu berhenti di sebidang kebun korma milik dua anak yatim bernama Sahl dan Suhail yang diasuh oleh Abu Ayyub. Kebun itu dijual dan di atasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak itu nama kota Yatsrib ditukar menjadi “Madinatun Nabi”, tetapi dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut “Madinah” saja. 

Berbeda dengan periode Makkah di mana umat Islam merupakan kelompok minoritas, pada periode Madinah mereka menjadi kelompok mayoritas. Di Makkah Rasulullah hanya berfungsi sebagai seorang Rasul, tetapi di Madinah beliau selain sebagai seorang Rasul dia juga sebagai Kepala Negara. 

H. Membangun Masyarakat Islam 

Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam. Pertama, pembangunan mesjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang, mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan. 

Maka beliau membangun sebuah masjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. 

Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal Makkah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya, dipersaudarakan 

Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal. Hal ini berarti Rasulullah menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan kesukuan, di zaman jahiliah. 

I. Mengadakan Perjanjian Dengan Non-Muslim/ Konstitusi Madinah. 

Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab non-muslim dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi mengadakan perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain : Pertama, Semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa. 

Kedua, Bila salah satu kelompok diserang musuh, maka kelompok lain wajib untuk membelanya. 

Ketiga, Masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang Quraisy. 

Keempat, Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa campur tangan kelompok lain. 

Kelima, Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-Muslim, ataupun bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril dan materiil. 

Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok. 

Berdasarkan konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan konsitusi. 

Oleh karena itu di Madinah Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai Rasul agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi 

J. Permusuhan Kafir Quraisy dengan Nabi 

Meskipun Nabi danumat Islam telah meninggalkan Makkah, tetapi kafir Quraisy tidak menghentikan permusuhannya karena jika Islam berkembang di Madinah bukan hanya mengancam kepercayaan mereka tetapi juga ekonomi. Sebab letak Madinah berada di jalur dagang mereka ke Syam. 

Maka tidak mengherankan jika terjadi peperangan antara umat Islam dengan kafir Quraisy selama 8 tahun dalam puluhan kali pertempuran. Yang terpenting di antaranya adalah: 

K.1. Perang Badar 

Perang Badar, terjadi pada bulan Ramadhan 

2 H (624 M), di dekat sebuah sumur milik Badr.  Sebab utamanya adalah untuk memenuhi tekad kafir Quraisy membunuh Nabi yang berhasil meloloskan diri ke Madinah dan menghukum orang yang melindunginya. 

Penyebabnya secara khusus karena adanya berita lewat mata-mata bahwa kabilah dagang yang dipimpin Abu Sofyan yang kembali dari Syam akan dicegat oleh umat Islam di Madinah, sehingga Abu Sofyan mengambil jalan lain hingga selamat sampai ke Makkah. Umat Islam memang memutuskan melakukan pencegatan itu, karena harta kaum muhajirin yang tinggal di Makkah telah diambil oleh orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sebanyak 1000 orang di bawah pimpinan Abu Jahl bergerak menuju Madinah. Sementara umat Islam sebanyak 314 orang menyongsong barisan itu. 

K.2. Perang Uhud 

Perang Uhud, terjadi pada tahun 3  H  (625  M). Penyebabnya karena kekalahan kaum Quraisy  dalam perang Badr merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan melakukan pembalasan. Untuk itu pemimpin Abu Sofyan memobilisasi 3000 prajurit. Beberapa orang pembesar disertai istrinya berperang termasuk istri Abu Sofyan sendiri, Hindun. Mereka berangkat menuju Madinah. 

Mendengar berita itu, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat dan disepakati menyongsong musuh ke luar kota. Nabi Muhammad dengan pasukan 1000 orang meninggalkan kota Madinah. Tetapi baru saja melewati batas kota, Abdullah bin Ubay seorang munafiq dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Meski pun dengan 700 pasukan, Nabi tetap melanjutkan perjalanan. 

Di Bukit Uhud kedua pasukan itu bertemu. Nabi memilih 50 orang pemanah ahli di bawah pimpinan Abdullah bin Jabir untuk menjaga garis belakang pertahanan. Mereka diperintahkan Nabi agar tidak meninggalkan tempat tersebut, apapun yang terjadi, menang atau kalah. 

Perang dasyat pun berkobar. Pertama-tama prajurit Islam dapat memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Sayangnya kemenangan yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena godaan harta gonimah. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menhiraukan gerakan musuh. Termasuk di dalamnya anggota pasukan pemanah yang diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan pos-nya apapun yang terjadi. Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid untuk melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan musuh yang tadinya sudah kalah berbalik menyerang pasukan Islam. Akibatnya satu per satu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terluka dan terperosok jatuh ke dalam sebuah lubang, dengan bercucuran darah. Melihat kejadian itu, seorang Quraisy meneriakkan bahwa Nabi telah tewas. Karena yakin bahwa Nabi telah terbunuh, kaum Quraisy menghentikan perang. 

Di pihak Islam lebih dari 70 orang gugur, termasuk paman Nabi Hamzah yang dadanya dibelah dan hatinya dimakan istri Abu Sofyan, Hindun karena dendam melihat Hamzah yang membunuh saudaranya dalam perang tanding badar sebelumnya. 

Penghianatan Abdullah bin Ubay dan pasukan Yahudi yang membelot diganjar dengan tindakan tegas. Mereka itu terdiri dari Yahudi Bani Nadir, salah satu suku Madinah, mereka diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan Yahudi lainnya, yaitu bani Quraizah masih tetap di Madinah. 

K.3. Perang Ahzab/Khandaq 

Perang Ahzab, terjadi pada bulan Syawal 5  H (627 M). di pihak musuh membentuk pasukan gabungan yang terdiri dari orang-orang Quraisy, suku Yahudi yang mengungsi ke Khaibar, dan beberapa suku Arab lainnya. Mereka berjumlah 10.000 tentara di bawah pimpinan Abu Sofyan. Menghadapi pasukan sebanyak itu, Nabi memutuskan bertahan, setelah mendengar usul Salman Al-Farisi, agar umat Islam bertahan dengan menggali parit (Khandaq), terutama di bagian utara kota. Sisi lain dikelilingi bukit yang dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan. Itulah sebabnya perang ini selain disebut perang Ahzab (pasukan sekutu) juga perang Khandaq (parit). 

Di pihak Islam terdapat 3000 orang prajurit. Taktik Nabi itu membawa hasil. Pasukan musuh tidak dapat menyeberangi parit. Namun mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit, hampir sebulan lamanya. Dalam masa-masa kritis itu, orang-orang Yahudi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad berkhianat. Karena mereka yang ditugasi Nabi mempertahankan garis belakang bergabung dengan Yahudi Bani Nadir akan memukul umat Islam. 

K.4. Perjanjian Hudaibiyah 

Perjanjian Hudaibiyah, pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan. Nabi memimpin 1000 kaum muslimin berangkat ke Makkah, bukan untuk berperang melainkan untuk melakukan ibadah umrah. Karena itu mereka memakai pakaian ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di Makkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Makkah. 

Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota apapun alasannya. Mereka mengutus Suhail bin Amr menemui Nabi dan meminta agar umrah ditunda tahun depan. Permintaan itu diterima Nabi. 

Akhirnya diadakanlah perjanjian yang lebih dikenal dengan nama 

“Perjanjian Hudaibiyah”, yang isinya antara lain : 

(1) Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini, tetapi ditunda sampai tahun depan. 

(2) Orang kafir Makkah yang ingin masuk Islam tanpa izin walinya harus ditolak umat Islam. 

(3) Orang Islam yang ingin kembali ke Makkah (murtad) tidak boleh ditolak orang Quraisy. 

(4) Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10 tahun. K.5. Masa Genjatan Senjata. 

Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah. Di antaranya Khalid bin Walid dan Amr bin Ash. Masa gencatan senjata telah memberi kesempatan kepada Nabi; pertama, mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala negara dan pemerintahan ke berbagai negeri lain yang ada saat itu untuk mengajak mereka memeluk Islam. 

Kedua. Masa gencatan senjata juga memberi kesempatan kepada Nabi untuk mengadakan perhitungan dengan orang-orang Yahudi yang sudah tiga kali melakukan penghianatan. Oleh karena itu pada tahun 7 H, kota Khaibar sebagai kota pertahanan Yahudi dikepung. Akhirnya seluruh Yahudi yang ada di Jazirah Arab mengadakan perjanjian dengan Nabi. Isinya, mereka harus menyetor separoh dari hasil tanaman dan buah- buahan mereka kepada kaum muslimin sebagai jaminan agar mereka tidak berkhianat lagi. 

Ketiga, Masa gencatan senjata juga memberikan kesempatan kepada orangorang Arab memikirkan hakikat Islam. Sehingga dalam dua tahun perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. 

K.6. Penaklukan Kota Makkah 

Dua tahun setelah terjadi Perjanjian Hudaibiyah, ternyata dilanggar oleh kaum Quraisy. Pada tahun 8 Hijrah mereka membantu sekutunya Bani Bakr yang berperang dengan Bani Khuza’ah sekutu umat Islam. Nabi menegur Abu Sofyan tentang bantuan yang mereka berikan kepada Bani Bakr. Dijawab Abu Sofyan bahwa perjanjian Hudaibiyah telah mereka batalkan. 

Oleh karena mereka telah membatalkan perjanjian Hudaibiyah secara sepihak. Maka Nabi bersama 10.000 pasukan bertolak ke Makkah untuk melawan mereka. Menjelang sampai di Makkah pasukan Islam berkemah di pinggiran kota Makkah. Abu Sofyan, pemimpin Quraisy dan anaknya Muawiyah dan juga paman Nabi, Abbas menemui Nabi untuk menyatakan diri masuk Islam. 

Dengan demikian pemimpin-pemimpin Quraisy sudah semuanya masuk Islam menjelang penaklukan Kota Makkah, maka pasukan Islam memasuki kota Makkah tanpa perlawanan sama sekali. Berhala-berhala yang selama ini ada di 

Ka’bah berjumlah 360 mereka hancurkan. 

 

Setelah itu, Nabi berkhutbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir 

Quraisy. Kemudian mereka datang bebondong-bondong memeluk agama Islam. 

Dengan takluknya kota Makkah, maka patahlah sudah perlawanan orang Quraisy terhadap orang Islam sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nashr. 

L. Permusuhan Yahudi dengan Nabi 

Seperti telah disebutkan bahwa pada mulanya orang Yahudi termasuk di antara orang yang menanti- nantikan kedatangan Nabi Muhammad s.a.w., tetapi karena Nabi berasal dari bangsa Arab, mereka menolaknya. Sewaktu Rasulullah mengadakan konstitusi Madinah mereka termasuk yang ikut serta menandatangani perjanjian tersebut, tetapi tidak dengan hati yang jujur dan melanggarnya. Kedengkian mereka semakin bertambah kepada umat Islam setelah mereka menyaksikan pesatnya perkembangan Islam di Madinah. 

L.1. Bani Nadhir 

Di antara isi “Perjanjian Madinah” adalah kewajiban penduduk Madinah saling bantu membantu bidang moril dan materiil, termasuk orang Yahudi, sewaktu diperlukan. Maka karena kaum Muslimin Makkah menderita kemiskinan sebab harta mereka di tinggal di Makkah sewaktu hijrah, sementara ada kaum Muslimin dengan tidak sengaja membunuh dua orang laki-laki yang menyebabkan mereka harus membayar diyat, maka Nabi pergi ke perkampungan orang Yahudi Bani Nadhir meminta mereka ikut membayar diyat, sesuai perjanjian. Bersama Nabi ikut Abu Bakar, Umar dan Ali bin Abi Thalib. Mereka siap membantu Rasulullah, tetapi pada saat ada yang mempersiapkan uang yang akan diberikan kepada Nabi, ada pula di antara mereka yang hendak berusaha membunuh Rasulullah. Rencana tersebut diwahyukan Allah kepada Rasulullah, agar menyingkir dari situ secara diam-diam. Nabi lalu menyingkir. 

Dari peristiwa tersebut, membulatkan tekad Nabi dan kaum Msulimin mengusir Bani Nahdir dari kota Madinah, kalau tidak, mereka tidak akan aman dalam negeri mereka sendiri. Kamu Muslimin secepatnya bertindak mengepung perkampungan Yahudi Bani Nadhir selama enam hari enam malam lamanya. 

Allah menimbulkan rasa takut di hati musuh itu, mereka cepat-cepat minta izin kepada Rasulullah supaya diizinkan meninggalkan kota Madinah. Nabi mengizinkan dengan syarat hanya membawa sekedar yang dapat dibawa oleh seekor unta dan tidak boleh membawa baju besi. Di antara mereka ada yang menetap di Khaibar, ada pula yang menetap di Syam. 

 

L.2. Bani Quraizhah 

Bani Quraizhah berkhianat di saat yang sangat genting, karena kaum Muslimin tercepit di antara musuh-musuhnya, yaitu musuh yang datang dari muka belakang dari luar dan dalam di saat adanya perang Ahzab. Pada saat itu, kaum Muslimin menderita kelaparan yang sangat hebat, sehingga mereka mengikat batu ke perut mereka. Mereka dikepung musuh  dari segenap penjuru. Saat itu Yahudi Bani Nadhir mengajak Yahudi Bani Quraizhah bergabung dengan orang Quraish dalam perang Ahzab menghancurkan Islam. Ka’ab pemimpin Bani Quraizhah menerima ajakan itu. Mereka bertekad menghancurkan Islam. 

Nabi mengutus Sa’ad bin Mu’az ketua suku Aus dan Sa’ad bin Ubadah ketua suku Khazraj untuk memperingatkan Ka’ab akan bahaya pengkhianatan itu. Akan tetapi peringatan itu diterima Ka’ab dengan sangat kasar dan angkuh. Akhirnya, perang Ahzab selesai. Musuh- musuh yang menyerang Madinah kembali ke negeri masing-masing dengan tangan hampa. Kaum Muslimin bergerak cepat mengepung  tempat-  tempat Bani Quraizhah. Kepungan itu menyusahkan Yahudi Bani Quraizhah, akhirnya mereka menyesali perbuatan mereka. Tetapi sesal kemudian tak berguna. 

 

M. Permusuhan Orang Arab Lainnya dengan Nabi 

Sekalipun Makkah sudah dapat dikalahkan masih ada lagi dua suku Arab yang masih menentang Nabi, yaitu Bani Tsaqif di Thaif dan Bani Hawazin di antara Thaif dan Makkah. Kedua suku ini bergabung membentuk pasukan untuk memerangi Islam. Mereka menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang dihancurkan Nabi dan umat 

Islam di Ka’bah. 

Nabi mengerahkan 24.000 pasukan menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh Nabi, sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin pada tahun 8 H, seluruh Jazirah Arab telah berada di bawah kekuasaan Rasulullah. 

Pada tahun 9 H, Nabi ingin membalas kekalahan Islam dalam perang Mu’tah dengan mengerahkan pasukan besar sebanyak 70.000 orang. Melihat besarnya pasukan  Islam  yang  dipimpin  Nabi,  tentara Romawi terpaksa menarik mundur pasukannya. Nabi tidak ingin menyerang pasukan yang mundur itu. 


N. Tahun Perutusan/Tahun Delegasi 

Pada tahun 9 dan 10 H (630 – 632 M) disebut tahun delegasi karena berbagai suku dari pelosok-pelosok  Arab mengutus delegasinya kepada Nabi menyatakan diri tunduk di bawah kekuasaan Islam. Masuknya orang Makkah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. persatuan bangsa Arab telah terwujud. Peperangan antara suku sebelumnya, telah berubah menjadi persaudaraan beragama. 

O. Haji Wada’ 

Pada tahun 10 H Nabi menunaikan ibadah Haji yang dikenal dengan Haji Wada’. Didepan kurang lebih100.000 orang kaum muslimin Nabi berkhutbah yang isinya antara lain: 

Pertama, jangan menumpahkan darah kecuali dengan hak. Kedua, jangan mengambil harta orang lain dengan bathil. Ketiga, jangan riba dan menganiaya. 

Keempat, jangan balas dendam dengan tebusan dosa. 

Kelima, memperlalukuan para istri dengan baik dan lemah lembut. 

Keenam, perintah menjauhi dosa. 

Ketujuh, perintah saling memaafkan atas semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah, Kedelapan, tegakkan persaudaraan dan persamaan antara manusia. 

Kesembilan, perintah memperlakukan hamba sahaya dengan baik. 

Kesepuluh, perintah harus berpegang teguh kepada dua sumber yang ditinggalkan Nabi, yaitu al-Qur’an dan Sunnah.25 

 

P. Nabi Wafat 

Tiga bulan setelah Nabi kembali ke Madinah, beliau menderita sakit. Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum  muslimin  dalam  sholat  sebanyak tiga kali, bila beliau  tidak  sanggup  melakukannya.  Sakit Nabi itu berlangsung selama 14 hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah istrinya ‘Aisyah. 

 

Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil membacakan ayat al-Qur’an Sûrat Ali ‘Imran ayat 144, dan berpidato : “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi Muhammad, maka Nabi Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa memuja Allah Swt. maka Allah Swt. hidup selama-lamanya. 

Dari perjalanan sejarah Rasulullah di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. di Makkah hanya sebagai seorang Rasul. Sedang di Madinah selain sebagai Rasul pemimpin agama, Nabi juga seorang Kepala Negara, komandan perang, pemimpin  politik  dan  adminstrator  yang cakap, sehingga dalam waktu 10 tahun beliau berhasil mewujudkan penduduk sahara itu ke dalam kekuasaannya. 

Wa Allah a’lam bi al-shawab 


PENUTUP 

 

Dari pemaparan sejarah peradaban Islam yang telah dibentangkan di atas dapat diketahui bahwa perjalanan sejarah peradaban Islam mengalami pasang surut mulai dari pra Islam di masa Jahiliyah. Masyarakat yang tidak berperadaban, penuh dengan pertikaian dan peperangan bahkan tiada hari tanpa perang, penuh dengan kemusyrikan dan penyembahan berhala, kepincangan sosial yang sangat tajam, perbudakan manusia di atas manusia, tanpa ada rasa hormat terhadap status wanita dan kepincangan sosial lainnya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada mereka dengan tugas menyampaikan dakwa Islam. Pada mulanya masyarakat Jahiliyah menantang dakwah yang disampaikan Rasulullah mulai dari membujuk Nabi agar jangan menyampaikan dakwahnya, tidak berhasil membujuk lalu menteror dan mengintimidasinya, melemparinya dengan kotoran unta, menuduhnya gila dan tukang sihir. Di antara tokoh-tokoh yang gigih menatang Rasulullah adalah keluarga dekat beliau, seperti Abu Jahl, Abu Lahab, Abu Sofyan dan lain-lainnya, sementara yang melindunginya adalah Abu Thalib, Hamzah, Abbas dan lainlainnya. 

Akan tetapi Rasulullah tidak membalas dan tidak mundur sedikitpun di atas semua tantangan yang mereka berikan sampai mereka bertekad hendak membunuh 

Rasulullah. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada Rasulullah rencana pembunuhan mereka dan dan menyuruh beliau hijrah ke Yatsrib atau Madinah. 


DAFTAR PUSTAKA 

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003 

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009 

Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Islamika, 2008 

K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003 

M. Abdul Karim, Islam Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007 

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007 

Moh Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: UMM Press, 2004 

Musyarifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005 

 

 


Next Post
No Comment
Add Comment
comment url